Kamis, 16 Januari 2014

Pelanggaran Hukum Berawal Dari Pelanggaran Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata "etika" yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan'adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis, etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’.

Hukum dan etika merupakan hal yang sering kita dengar dalam kehidupan bermasyarakat. Jika kita menyimak ketiga hal tersebut, terdapat satu tujuan yang sama. Tujuan tersebut adalah untuk menciptakan kehidupan masyarakat harmonis dan humanis. Hukum dan etika timbul karena adanya interaksi antar manusia. Bila kita melihat lebih jauh tentang kedua hal tersebut, kita akan melihat keterkaitan yang sangat dekat. Kata kunci dari hukum dan etika ini adalah peraturan dan sanksi.

Menurut Aristoteles, hukum adalah kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isikonstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

Definisi “hukum” dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997):

  • Peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
  • Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat.
  • Patokan (kaidah, ketentuan).
  • Keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis.
Posisi etika di kehidupan sosial lebih tinggi dari hukum formal. Untuk menjaga etika ini maka muncul hukum formal. Namun, tidak bisa semua etika diwujudkan dalam hukum formal. Namun, hukum formal muncul dari etika. Karena tidak mempunyai hukuman yang mengikat, banyak pihak yang memilih melanggar etika daripada hukum formal. Dan yang terjadi, banyak orang yang lebih malu melanggar hukum formal daripada etika.

Pelanggaran etika dianggap sebagai pelanggaran biasa atau common violations, bahkan banyak yang menganggap pelanggaran etika sebagai kebiasaan normal. Sementara itu, pelanggaran hukum formal dianggap sebagai pelanggaran luar biasa atau outstanding violations. Jika memang dilihat dari sanksinya memang akan terjadi seperti itu, namun jika dilihat dari tingkatan tentu bukan seperti itu. Etika mempunyai cakupan yang lebih luas daripada hukum formal.

Berikut adalah beberapa kasus pelanggaran hukum yang berawal dari pelanggaran etika yang terjadi di Indonesia :

1. Kasus Hambalang

Kasus Hambalang merupakan salah satu kasus besar yang ada di Indonesia, karena banyak sekali tokoh politik yang terlibat dalam proyek tersebut. Bagaimana tidak, sejak tertangkapnya Nazarudin oleh KPK kasus ini terus menyebar luas hingga menjerat nama-nama besar yang pernah dan saat ini menduduki kursi DPR MPR RI. Misalnya Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, dan sekarang mantan ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga ikut terlibat dalam kasus tersebut.

Kita tahu mereka adalah orang-orang yang besar, pintar, dan sudah memiliki jabatan yang tinggi di pemerintahan Indonesia. Tapi mengapa mereka masih saja melakukan pelanggaran yang jelas-jelas mereka tahu itu adalah perbuatan yang melanggar kode etik. Seharusnya mereka sebagai wakil rakyat yang tugasnya menyampaikan aspirasi masyarakat dan juga bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat tidak melakukan hal tersebut. Bagaimanapun juga jabatan mereka adalah sebuah amanah yang harus di pertanggung jawabkan, jabatan mereka bukanlah untuk memperkaya diri pribadi tetapi harus memikirkan bagaimana memperkaya bangsa ini agar tidak menjadi bangsa yang kerdil.

2. Kasus Ratu Atut

Ratu Atut adalah seorang Bupati Banten yang sudah lama menjabat sebagai Bupati di wilayah Banten. Dia sudah menjabat sebagai Bupati kurang lebih 2 periode. Tapi dalam kasus ini dia menyalah gunakan jabatannya untuk memperkaya keluarganya, bagaimana tidak dalam kasus ini tercatat ada 9 pejabat di lima daerah banten yang masih memiliki hubungan darah dengan pemimpin Banten ini. Tidak hanya sampai disitu saja, banyak tender proyek pembangunan di wilayah Banten yang di menangkan oleh perusahaan yang dimilik oleh Atut sendiri, sehingga terlihat sangat jelas sekali bahwa terjadi rezim kekerajaan atau dinasti disini.

Seharusnya sebagai pemimpin yang baik Ratu Atut bisa menjadi contoh dan juga panutan bagia para penduduknya, tidak melakukan nepotisme dengan memperkaya keluarganya sendiri tanpa memikirkan warga disekitarnya. Bahkan yang menjabat dalam sebuah daerah pun masih ada hubungan dengan Bupati Banten ini, seharusnya sebagai pemimpin harus adil dan tidak menyalahgunakan jabatannya, karena sesungguhnya pemimpin itu haruslah menjadi pelayan masyarakat dan tidak tenang apabila masih ada rakyatnya yang masih kelaparan.

Sumber :