PEMBERDAYAAN
KOPERASI USAHA KECIL DAN
MENENGAH
DALAM MEMANFAATKAN HAK
KEKAYAAN
INTELEKTUAL
Idham
Bustamam*
Abstrak
Pemberdayaan Koperasi
dan UKM dalam penelitian ini, hanya ingin tahusecara jelas di lapangan,
bagaimana koperasi dan UKM Memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual, dan seberapa
jauh pemerintah memberikan promosi ke lembaga yang bersangkutan, sehingga
informasi yang diterima oleh koperasi dan UKM dari perusahaan sama. Bunga yang
rendah juga di gunakan dalam Hak Kekayaan Intelektual untuk mendaftarkan
perusahaan mereka yang tidak mau membayar biaya di luar bisnisnya. Responden
sangat ingin menunggu informasi promosi tentang Hak Kekayaan Intelektual dari
Pemerintah atau instansi terkait lainnya.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi
sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh dikatakan
hampir tidak ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati kesepakatan
internasional di bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya
harus tunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap Negara tidak
dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tariff maupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah
diterapkan. Termasuk diantaranya pemberian perhatian khusus terhadap
perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk
perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah
satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek
dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk perdagangan palsu
(Agreement on the Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau
persetujuan TRIP’s, Including Trade in Counferfeit Goods). Indonesia telah
mengikrarkan ikut dalam organisasi perdagangan dunia atau World Trade
Organization (WTO) dengan mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7
Tahun 1997.
Dalam era tersebut
persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan
bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien
itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar.
Undang-Undang No. 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil.
Pada pasal 12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan
usaha sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan
Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1.
Menyederhanakan tata cara dan jenis
perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2.
Memberikan kemudahan persyaratan untuk
memperoleh perizinan.
Di bidang Perkoperasian
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan
antara lain: “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang
mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1.
Memberikan kesempatan usaha yang
seluas-luasnya kepada Koperasi;
2.
Meningkatkan dan memantapkan kemampuan
Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3.
Mengupayakan tata hubungan usaha yang
saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4.
Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
Berbagai kebijakan
tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya
Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk
Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang
merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang- Undang No. 21 Tahun
1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”.
Perkembangan perdagangan dunia
internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap
pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di
berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.
2. Rumusan Masalah
Kalau
dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut :
1.
Sejauh mana sebenarnya minat dari
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI).
2.
Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan
HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang terkait.
3.
Sejauhmana hambatan-hambatan yang
dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.
3.
Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian
ini dapat disampaikan antara lain :
§ Seberapa
minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah.
§ Faktor-faktor
penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi
koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
2. Manfaat
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai
bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.
4.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup
penelitian meliputi :
1.
Gambaran produk-produk yang dihasilkan
KUKM
2.
Langkah-langkah operasional yang telah
dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
3.
Faktor-faktor penghambat dalam
mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting HaKI
adalah :
1.
“Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai
sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan
memberikan perlindungan bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2.
HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan
ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan
motivasi manusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten &
Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam Undang-undang
Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek
diatur oleh Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Yang dimaksud “Merek”
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Perlindungan hukum bagi
pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu
dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam
Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan
Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang
diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)”.
2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan
kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat.
Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam
berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat
erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI
kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan
pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut disebabkan
kultur masyarakat yang beranggapan memperbanyak karya intelektual dengan
mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa
HaKI barang/produk juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah
beban usaha saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya
pengusaha tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian
yang jelas tentang HaKI.
Tujuan sosialisasi
dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai
sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering
terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik
dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek
dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
Sengketa penggunaan
merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping
pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat
dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.
Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang
yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian
terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok Indonesia.
Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha industri rumah
tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan
administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam kerja pun belum
tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping itu pertimbangan
lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
Dengan memadukan beberapa
propinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat
responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2. Penarikan Sampel
Penelitian ini
mempergunakan teknik antara lain :
a. Field Work Research
Penelitian langsung ke
lapangan tempat obyeknya (observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus
mengisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi dapat
ditujukan pada pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi usaha kecil dan
menengah interview langsung ditujukan pada pemilik usaha. Pada umumnya dua
orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab ini, dan
masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar
dan lancar.
b. Library Research
Pengamatan deskriptif
diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya,
memberikan keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pengusaha
1). Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil survei lapangan
diketahui bahwa 100,00% responden menyatakan pernah mendengar tentang HaKI. Penyuluhan
yang telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait (pembina) hanya 18,75%,
melalui media massa 5,00%, dan melalui pengusaha 76,25%. Pemahaman tentang
HaKI, dari responden yang mengatakan mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI
70,00%. Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh informasi yang jelas, bahwa responden
mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan 75,00%, dan yang mengatakan
terhambat jalannya 25,00% (tabel 1).
Dari data-data yang
telah diperoleh bahwa penyuluhan-penyuluhan tentang arti dan pentingnya HaKI
perlu ditingkatkan secara kontinu dari pemerintah.
2). Minat Mendapatkan
HaKI
Koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah yang mengatakan berminat mendapatkan HaKI sebesar 2,25%, kurang
minat 52,50%, dan tidak berminat akan HaKI sebesar 45,25%. Kalau mendapatkan
HaKI dalam bentuk paten sebesar 52,50%, dan bentuk merek 47,50% (tabel 2).
Para pengusaha mengatakan
bahwa belum sepenuhnya tahu mengurus administrasi HaKI. Disamping itu modal
usaha yang dimiliki masih relatif kecil dengan teknologi sederhana.
3). Pemilikan HaKI Dan
Produk Usaha
Hasil survei mengatakan
bahwa apabila memperoleh HaKI dipergunakan untuk usaha sendiri sebesar 100,00%.
Sedangkan produk yang akan didaftarkan adalah hasil temuan sendiri 82,50%. Produk
mendapatkan HaKI adalah produk yang tidak memiliki saingan 77,50%, (tabel 3).
Pengusaha sebagai responden, usaha yang dikelola umumnya usaha turun temurun
dan telah ditekuni berpuluh-puluh tahun.
4). Penyuluhan dan
Biaya Mendapatkan Informasi
Sebagian responden HaKI
mendapat hambatan dalam mencari informasinya namun responden tetap menunggu penyuluhan
dari pemerintah, instansi terkait. Hasil survei menggambarkan bahwa tidak ada
biaya bila mencari sendiri sebesar 40%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kaltim 30,00%,
Kalsel 35,00%, Kalteng 45,00%, dan Lampung 50,00%. Apabila mencari dan
mendengar dari orang lain maka responden merasa kurang yakin kebenarannya,
rata-rata jawaban responden 35,00%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kalsel 25,00%,
Kalteng 30,00%, Kaltim 45,00%, dan Lampung 40,00%. Menunggu penyuluhan dari
pemerintah, instansi terkait yang berwenang memberikan penyuluhan lebih
menguntungkan menurut responden, rata-rata 33,75%. Adapun rinciannya sebagai berikut:
Kalsel 45,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 20,00%, dan Lampung 40,00%.
Menunggu penyuluhan dari
pemerintah, instansi terkait, selain jelas penyuluhan diperoleh, dan juga
kemudahan pemanfaatannya, rata-rata responden memberikan pendapatnya sebesar
55,00%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 75,00%, Kalteng 35,00%, Kaltim
50,00%, dan Lampung 60,00%, (tabel 4).
5). Biaya Pengurusan
HaKI
Jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk mengurus HaKI cukup besar, dan beragam untuk tiap daerah. Dari daftar pertanyaan
yang disampaikan, seluruhnya menjawab, ya (100,00%). Untuk administrasi dijawab
rata-rata 57,25%, untuk pendaftaran rata-rata 30,50%, biaya lain-lain di jawab
52,50% (tabel 5). Kalau dirinci propinsi sampel bahwa memang ada biaya dikeluarkan,
dapat disampaikan jawaban sebagai berikut: Biaya administrasi daerah responden
Kalsel 50,00%, Kalteng 72,00%, Kaltim 32,00% dan Lampung 75,00%. Biaya
pendaftaran Kalsel 50,00%, Kalteng 23,00%, Kaltim 24,00%, dan Lampung 25,00%. Biaya
lain-lain Kalsel 75,00%, Kalteng 55,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 30,00%.
Dari hasil Pengamatan
lapangan, ada indikasi tentang keengganan pengusaha untuk mengeluarkan biaya
pengurusan HaKI. Apabila modal kerja dikeluarkan bukan untuk membiayai usaha
perusahaan, dikhawatirkan kegiatan usaha akan terganggu.
6). Keuntungan Memiliki
HaKI
Dari jawaban responden
diketahui bahwa 42,00% menyatakan bahwa pemilikan HaKI memberikan keuntungan. Kalau
dijabarkan secara rinci per propinsi adalah sebagai berikut: Memberikan
keuntungan, Kalsel 60,00%, Kalteng 40,00%, Kaltim 40,00% dan Lampung 30,00%.
Tidak memberikan keuntungan, Kalsel 40,00%, Kalteng 60,00%, Kaltim 60,00%, dan
Lampung 70,00%.
Keuntungan produksi
mendapatkan jaminan rata-rata 48,25%, nilai komersilnya naik menjawab 29,25%,
mendapatkan kepuasan moral 3,75%, dan dapat dijual belikan menjawab 18,75% (tabel
6).
2. Faktor Mempengaruhi
Mendapatkan HaKI
1). Permohonan Dan
Biaya HaKI
Persyaratan pengajuan
permohonan untuk mendapatkan HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan
HAM Cq. Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun Merek.
Permohonan administrasi
sebagai berikut:
- Pemohon langsung mengajukan
permohonan kepada Dirjen HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi salah atau
benar permohonan oleh Ditjen HaKI melalui Tim.
- Permohonan ditolak
Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup memakan waktu.
- Pembayaran biaya
permohonan, rekening nomor 311928974 BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat
Jenderal HaKI.
- Kantor Wilayah
(Daerah) atau pejabat yang ditunjuk, membubuhkan tanda tangan dan stempel pada
permohonan diterima.
(1). Biaya Paten antara
lain terdiri dari :
- Biaya permohonan
paten
- Biaya pemeriksaan
substansi paten
- Penulisan deskripsi,
abstrak, gambar
- Biaya lain-lain
(2). Biaya Merek antara
lain terdiri dari :
- Biaya permohonan
merek
- Biaya perpanjangan
merek
- Biaya pencatatan
pengalihan hak merek
- Biaya lain-lain
2). Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
Responden yang diwawancarai
kebanyakan usaha bergerak dalam lingkungan industri kerajinan rakyat (industri
alat rumah tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga, tetangga dan penduduk
sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban, karena modal kecil, usaha
turun temurun, kadangkadang produksi berdasarkan pesanan. Bagi koperasi, jenis
usaha ditekuni umumnya unit toko dan unit simpan pinjam yang kebanyakan
melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang didirikan koperasi, tapi belum
banyak berkembang, oleh karena itu untuk membiayai usaha tersebut diambilkan
dananya dari usaha yang telah maju.
Bagi usaha koperasi pengambilan
keputusannya berbeda sekali dengan keputusan diambil usaha kecil termasuk usaha
menengah. Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan kehendak para anggota,
disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi tidak mempunyai wewenang
dalam menentukan kegiatan baru, lebih-lebih kegiatan tersebut memerlukan
biaya-biaya.
Bila pengurus ingin
untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus koperasi harus mendapatkan persetujuan
dari anggota dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik anggota dengan
semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah disahkan melalui
rapat, sangat penting bagi organisasi koperasi untuk mengetahui hasil kerja
pengurus dalam satu tahun buku. Didalam neraca tahunan terlihat apakah suatu
koperasi rugi atau untung. Karena lambatnya keputusan yang diambil harus melalui
rapat anggota, bila ada peluang usaha yang harus diputuskan waktu itu juga, tidak
dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak dapat mengambil peluang usaha.
Beberapa orang pengurus dan manager yang ditunjuk mengelola usaha koperasi, bukan
membuat keputusan tetapi menjalankan keputusan yang telah ada berdasarkan hasil
rapat anggota. Pengurus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun
buku kepada rapat anggota, sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil
kerjanya kepada pengurus, karena manager diangkat pengurus dalam surat
keputusan dengan masa jabatan telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi,
baik administrasi organisasi, administrasi usaha dipertanggung jawabkan
pengurus pada akhir tahun buku dalam rapat anggota tahunan (RAT).
3). Kiat-Kiat
Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana
HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang luas pada
Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah) antara lain :
(1).
Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2).
Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil
Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat
Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3).
Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari Jakarta (luar Jawa), administrasi
pemohon dijamin tidak mengalami kekeliruan.
(4).
Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau kembali.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata responden
mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola
kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata responden
mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%), dan tidak berminat (45,25%).
Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak
pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu penyuluhan tentang
HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.
2. Saran-Saran
1). Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha kecil dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya permohonan,
biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar ditinjau kembali, termasuk syarat
pembayaran. Pembayaran oleh pemohon setelah permohonan diterima, yang disyahkan
Direktorat Jenderal HaKI Jakarta.
Daftar Pustaka
- Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
- Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
- Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
- Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
- Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
- Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
- Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
- Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
- Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit “Indah”. Surabaya.
- Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Oleh :
- Ade Irene Febri (20210115)
- Dimas Agung Prayogi (22210019)
- Levian (24210006)
- Rezky Izhardhi N (25210835)
- Rina Rismawati (25210972)
Kelas :
2 EB 05
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar